Minggu, 28 April 2013

IN MEMORIAM USTADZ JEFRI AL-BUKHARI

Kabar wafatnya Ustadz Jefri Al-Bukhari pada hari Jum’at menggemparkan umat Islam Indonesia. Hal ini ditandai dengan ramainya berbagai pemberitaan media massa dan dan berbagai media jejaring sosial yang menyatakan duka cita dan belasungkawa terhadap beliau. Berbagai ekspresi duka cita terlontar dari kerabat, sanak saudara, handai taulan dan jama’ah dakwah terhadap almarhum yang dikenal ustadz gaul dan akrab dipanggil Uje (kependekan dari Ustadz Jefri) tersebut. Hari Jum’at tanggal 26 April 2013 bertepatan dengan 15 Jumadil Akhir 1434 Hijriyah dini hari seakan menjadi hari berkabung bagi jama’ah dakwah dan penggemar Uje termasuk dari sebahagian kalangan selebriti dan kalangan media. Ini terlihat dari pemberitaan media yang seakan turut larut dalam duka cita dengan menayangkan secara live prosesi pemulasaraan jenazah almarhum Uje di beberapa televisi swasta. Kiprah almarhum Uje dalam aktivitas dakwahnya mendapat tempat di sebagian besar kalangan remaja muslim terutama muslimah. Segmentasi remaja merupakan pilihan Uje dan berhasil menampilkan harmoni dakwah dengan media informasi yang pada masa sebelumnya terjadi kecanggungan hubungan dengan para aktifis dakwah. Uje berkontribusi besar terhadap dakwah Islam terutama melalui media massa. Sehingga tidak mengherankan jika kelompok media sangat emosional dalam peliputan berita tentang wafatnya Uje. Pada sisi lain, aktifitas dakwah Uje semasa hidup, ia terlahir dari keluarga yang taat beribadah dan dikenal sebagai keluarga santri. Walau pernah mampir di dunia gemerlap yang dikenal negatif dan kental dengan kemaksiatan, Uje akhirnya mendapat hidayah dari Allah untuk kembali kepada jalan yang benar dan memilih menjadi da’i dan melaksanakan aktifitas dakwah, bersama para aktifis dakwah yang lainnya. Dalam perjalanan akhir hayatnya yang baik (husnul khatimah) Almarhum Uje dipastikan memahami bahwa Islam adalah agama yang bersumber dari wahyu yakni al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai tafsir utamanya. Maka dengan demikian sumber utama Islam tersebut memuat pesan (materi) ajaran yang mengharuskan untuk ditransformasi kepada seluruh manusia dengan jalan kedamaian. Bagi Uje, Islam begitu menghormati dan memahami tentang nilai-nilai kemanusiaan yang melekat pada setiap individu. Sehingga dengan kondisi yang demikian Islam lahir sebagai agama dakwah untuk mencapai kemaslahatan dan rahmat bagi sekalian alam. Uje memahami bahwa dakwah adalah kewajiban yang tidak boleh diabaikan atau ditinggalkan. Bahkan dalam pertemuan sebelum wafatnya, ia sempat menyampaikan pesan moral yang agung kepada salahsatu temannya yaitu Ustadz Solmed bahwa dakwah itu harus berkelanjutan (sustainability). Tetapi Islam hanya mengharapkan kepada muslim berdakwah sekemampuannya dan semaksimal mungkin. Sebab manusia bahkan Nabi sekalipun, itu hanya sekedar menyampaikan, karena hidayah adalah otoritas Allah. Tentunya hidayah tersebut turun beserta sebab-sebab tertentu yang seringkali misterius seperti faktor do’a orang tua dan do’a orang-orang sholeh. Almarhum Uje sadar betul bahwa globalisasi dan modernisasi membawa dampak yang beragam pada kehidupan masyarakat. Baik yang positif maupun yang negatif. Hal yang positif tentunya sebagai situasi yang bisa memberikan penghidupan yang lebih manfaat dan untuk mencapai kemudahan dalam segala bidang. Tetapi tidak sedikit yang negatif justru membawa kepada kehidupan manusia yang semakin bangkrut, dan menimbulkan atau melahirkan jiwa-jiwa yang lebih pragmatis dan hedonis, jauh dari nilai-nilai luhur kemanusiaan sebagaimana diajarkan Islam. Dampak globalisasi dan modernisasi yang tidak dapat terbendung dan terseleksi, hal ini menimbulkan titik kejenuhan kepada penikmat atau korban dari jaman global tersebut sehingga semangat untuk mencari alternatif yang lain dalam mencari kepuasan tersebut, terkadang mereka lari kepada dunia spiritual. Padahal sebelumnya mereka sendiri pernah mengecamnya dan mencacinya. Zaman sekarang, ada kecenderungan orang berbondong-bondong beragama, karena dalam dunia materi yang mereka kuasai dan miliki, ternyata tidak menemukan kepuasan. Maka dengan demikian mereka mencari alternatif yang lain. Agama adalah keyakinan yang dapat memberikan kedamaian, ketenangan, kebahagiaan, dan kesejukan lahir dan jiwa penganutnya. Alasan-alasan tersebut memperkuat kicauan terakhir Almarhum Uje di account twiter-nya @jefri_albuchari, ia mengatakan bahwa: Pada akhirnya..Semua akan menemukan yang namanya titik jenuh..Dan pada saat itu .. Kembali adalah yang terbaik.. Kembali pada siapa?? Kpd “DIA” pastinya.. Bismi_KA Allohumma ahya wa amuut..”. Kesadaran ini dan pemeliharaan terhadap kesadaran akan ketergantungan manusia hanya kepada Allah, menjadi bagian penting dari pribadi seorang muslim apalagi bagi seorang da’i. Hal lain yang lebih menarik dari Almarhum Uje adalah sikap membangun kebersamaan dan kekompakan dalam berdakwah bersama teman-teman seperjuangannya. Teman sesama pendakwah (da’i) sama sekali tidak diposisikan sebagai kompetitor atau pesaing dakwah karena memang tidak ada yang perlu dipersaingkan, ia membina pola hubungan sebagaimana para sahabat Rasulullah yang saling memotivasi dan saling menyayangi diantara mereka. 'Ala kulli hal Uje adalah orang baik. Allohumaj'al qobrohu raudlatan min riyadlil jannah.. Aamiin Oleh: Rohmanur Aziz

Selasa, 16 April 2013

KETIAK PENGUASA

Ketika ketiak penguasa Tempat berlindung dan bersenang-senang Ketika ketiak penguasa Menjadi angan keabadian Ketika ketiak penguasa Menghangatkan dan memanaskan tubuh Bakteri menjijikan itu Bau busuk, kotor dan menyebalkan Ia mengira pemilik ketiak itu akan diam Tidak, ia akan segera bersih-bersih Ia adalah rakyat Jikapun tidak Sang Maha Pemilik ketiak itu yang akan membersihkan sesuai sediakala *) Sya'ir refleksi kegundahan terhadap realitas hidup dari pengagum Ulul Albab