Senin, 30 April 2012

Sistematika Pembuatan Laporan Praktik

Mata Kuliah Riset Aksi Dalam laporan harus jelas dan dapat dipahami orang lain dengan mudah, laporan harus lengkap dan menarik, dengan mengemukakan semua permasalahan secara lengkap sehingga tidak terdapat hal-hal penting yang terlewatkan. Adapun kerangka minimal yang harus ada dalam laporan tersebut adalah; a. Halaman Judul Dibuat secara ringkas mencakup materi yang akan dilaporkan, misalnya 1) Topik laporan 2) Daftar nama kelompok yang melaporkan 3) Tahun laporan b. Kata Pengantar Kata-kata untuk membangkitkan perhatian pembaca terhadap laporan yang dibuat, selain itu berisi ucapan terima kasih dari pembuat laporan kepada yang berkepentingan serta pernyataan harapan akan manfaat laporan tersebut kepada pembacanya. c. Daftar Isi Daftar isi merupakan rekapitulasi dari semua bagian penting dari laporan, dengan membaca bagian ini, pembaca dengan cepat akan mengetahui isi laporan tersebut lengkap dengan halaman. d. Pendahuluan Umumnya terdiri dari tiga hal berikut; 1) Latar belakang yang berisi alas an pemilihan masalah dan manfaat yang ingin dicapai melalui pembuatan laporan tersebut. 2) Tujuan laporan yang umumnya sebagai berikut;  Menemukan masalah  Mengatasi masalah  Mengetahui perkembangan suatu masalah atau perusahaan  Menemukan cara atau teknik baru. 3) Metode yang berkaitan dengan cara-cara mendapatkan dan mengolah data laporan tersebut e. Isi laporan Isi laporan merupakan inti dari laporan yang disusun. Pada bagian ini dihadirkan table-tabel atau angka baik yang terjalin dalam teks maupun yang dilampirkan pada bagian akhir laporan. f. Kesimpulan dan saran Bagian ini menjadi hal yang penting karena kadang-kadang penerima laporan tidak membaca secara keseluruhan laporan dengan alasan keterbatasan waktu, akibat kesibukannya, atau alasan urgensitas tindakan yang harus segera diambi untuk memecahkan masalah tersebut. Untuk bagian kesimpulan dan saran harus berisi uraian ringkas, jelas dan padat tentang latar belakang masalah, masalah, alternative pemecahan masalah yang ditawarkan pembuat laporan. g. Bagian pelengkap/ Lampiran Umumnya, sebuah laporan disertai bagian pelengkap yang berisi antara lain lampiran profil, surat tugas, foto, dan peta untuk menguatkan hal-hal yang diuraikan dalam bagian pendahulu. 2. Teknik Pengumpulan tugas a. Print Out laporan dipersiapkan untuk bahan seminar b. Soft copy laporan dikirim ke e-mail : jahdanrois@yahoo.co.id paling lambat sehari sebelum seminar. c. Nilai dapat dilihat seminggu setelah seminar di Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam atau di SIMDAK Fakultas Dakwah dan Komunikasi 3. Ketentuan Seminar a. Bahan presentasi dibuat dalam format power point b. Masing-masing presenter memaparkan materi 15 menit c. Masing-masing kelompok peserta seminar diberikan kesempatan satu kali pertanyaan Dibuatkan rekam proses seminar oleh perwakilan setiap pemateri termasuk berita acara dan daftar hadir! Selamat menghayati menjadi faskel!

MEMBUANG KEBURUKAN

Di daerah Bandung Timur, ada fenomena menarik, yaitu kebiasaan membuang bangkai tikus atau ular ke jalanan. Entah mulai kapan kebiasaan itu dimulai. Pada mulanya para pengguna jalan raya berbaik sangka, kemungkinan tikus dan ular yang dimalam hari melintas ke jalan raya kemudian tertabrak mobil atau motor. Jika diamati secara seksama ternyata fenomena itu juga terjadi di jalan kecamatan, jalan lingkungan bahkan di gang kecil. Secara logika, tidak mungkin ada warga yang berani dan tega mengotori lingkungannya sendiri dengan cara membuang bangkai binatang ke jalanan. Kini ada fenomena yang lebih dahsyat lagi, bukan hanya bangkai tikus dan ular tetapi onggokan-onggokan sampah yang terserak di jalan raya. Mulanya, sayapun berprasangka baik mungkin onggokan-onggokan yang sudah memipih itu bukan sampah tapi belanjaan jatuh dari orang pasar yang pulang belanja, namun setiap hari lewat ternyata semakin sering melihat onggokan-onggokan sampah di jalanan yang sudah pipih tergilas mobil. Logika sehatpun tidak bisa mencerna, jika setiap hari ada orang yang jatuh belanjaannya di jalan raya dan tergilas mobil hingga pipih berantakan. Ada beberapa kemungkinan kenapa masyarakat tidak mengubur bangkai ular tikus dan sampah atau paling tidak membuang pada tempatnya yang tepatnya. Pertama, dimungkinkan tidak tersedianya fasilitas untuk mengubur bangkai dan membuang sampah karena program betonisasi yang marak dilakukan masyarakat, bahkan kini menjadi program pemerintah dengan betonisasi jalan raya, jalan kecamatan, jalan lingkungan hingga jalan gang. Masyarakatpun mulai alergi dengan rumput yang tubuh dihalaman rumah dan akhirnya dilakukan betonisasi agar mengakhiri atau paling tidak meminimalisir kerja bakti. Kedua, dmungkinkan masyarakat memang bingung tidak tahu tempat yang tepat untuk membuang bangkai dan sampah hingga akhirnya dicampakkan di sungai atau di jalanan. Ketiga, bangkai dan sampah menjadi simbol keburukan bagi masyarakat sehingga dianggap pantas untuk dicampakkan di jalanan dan diinjak-injak manusia dan dan dilindas kendaraan bermotor. Ular dijadikan dimaknai sebagai simbol kemunafikan karena tidak istiqomah dalam pendirian karena cara jalannya yang meliuk-liuk, kadang corak badannya menarik perhatian, eksotis dan erotis tapi berbahaya karena memiliki bisa yang kebanyakan mematikan. Tikus dimaknai sebagai binatang pengerat yang rakus walaupun sesungguhnya dia tidak menikmati karena tubuhnya tidak pernah tumbuh segemuk kelinci, kambing atau gajah tapi dia makan dan merusak apapun yang didapati sehingga makhluk lain terutama manusia gemas pada tikus yang sukanya berbuat kerusakan (fasad). Sementara sampah dimaknai sebagai simbol barang yang tidak berguna, tidak memberikan manfaat dan kalaupun ada manfaat tentu harganya tidak dapat lebih dari yang bukan sampah. Ini artinya, tidak mungkin jika sesuatu yang dicampakan dijalanan itu sesuatu yang baik. Dapat dipastikan bahwa bangkai ular, tikus ataupun sampah adalah sesuatu yang buruk sehingga dipandang tepat jika dicampakkan di jalan tergilas oleh kendaraan bermotor. Walaupun mungkin dalam pandangan yang lebih bijak, bukan berarti ular, tikus dan sampah tidak ada gunanya yang jelas dalam konteks ini kebanyakan orang tidak suka pada ular, tikus dan sampah apalagi sudah menjadi bangkai atau membusuk. Lain halnya perlakuan para pengguna jalan pada bangkai kucing atau anjing, dapat dipastikan Pada hakikatnya, fenomena sosial tersebut adalah proses kebencian universal manusia terhadap sifat-sifat dan karakter buruk manusia lain disekitarnya yang kini seringkali berulah, menjengkelkan, menggemaskan, merusak dan eksistensinya tidak memberikan kemanfaatan pada masyarakat lainnya. Padahal 14 abad silam, Nabi SAW menyampaikan pesan kepada umatnya bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya (khoir al-naas ‘anfauuhum li al-naas). Penulis: Rohmanur Aziz

Kamis, 26 April 2012

Wajib Baca !

Sukses Menaklukan Birokrat Korup Sumber: Rabu, 25 April 2012, 10:17 WIB Republika/Musiron Ini adalah pengalaman asli yang saya alami ketika liburan semester empat lalu. Ini semua diawali dari perampokan di kosan. Selain itu, kehilangan kartu identitas seperti KTP dan KTM adalah petaka karena harus menghadapi birokrasi yang rumit dan korup. Setelah kehilangan berbagai kartu penting, akhirnya mau gak mau saya harus mengurus ulang KTP. Kebetulan saat itu benar-benar lagi kanker alias bokek. Saat itu cuma punya uang 50 ribu. Merasa sangat perlu akan KTP tersebut, akhirnya langkah pertama adalah mengurus surat keterangan hilang dari kepolisian. Awalnya, sebelum berangkat sudah diniatkan untuk ngga akan memberi uang ‘rokok’ bagi polisi. Selain karena bokek, memang saya ngga mau lihat kewibawaan Tribarata jatuh seharga uang rokok. Tapi, pas saya abis jelasin dan surat sudah diserahkan, saat berniat beranjak sembari pergi, si Polisi itu bilang, “Mas, uang administrasinya,” dengan wajah masam. Huh, gondok saya. Sudah kena musibah, harus bayar pula. Saya males untuk adu mulut sama dia. Saya kasih aja uang 20 ribu. Setelah surat kehilangan jadi, saya minta surat pengantar dari RT. Kebetulan, karena RT itu masih paman, saya nggak perlu ngasih uang rokok dan dia pun ngga nagih. Begitu pula pas ke rumah RW, dimana bapak masih merupakan kenalan. Eh, ngga tahunya, pas di kelurahan, saya diminta uang 15 ribu, cuma buat selembar kertas yang itu merupakan hak saya sebagai warga negara untuk dilayani. Dengan berat hati saya beri uang 15 ribu. Sambil saya sumpahin yang makan duit itu mules ngga sembuh-sembuh. Dengan lunglai, saya pergi ke kecamatan. Bisa dibayangin, kalau di kelurahan aja udah dipinta 15 ribu, berapa yang harus saya bayar buat kecamatan. Dan yang paling jengkel, duit saya tinggal 15 ribu lagi. Dengan tabah saya harus menjalani kehidupan sebagai warga negara di negeri para PNS dan pegawainya yang korup. Saya pun mulai beranjak ke kecamatan, saya ngantri sambil nunggu giliran. Pas nama saya dipanggil, saya duduk sebentar untuk dikonfirmasi dan foto. Ketika mau di foto, eh, petugas tadi bilang, “Seikhlasnya, dek.” “Woi, seikhlasnya muke lu bopak!” ujar saya dalam hati. Dengan menahan gemuruh di dada, akhirnya saya kasih uang 10 ribu buat dia. Dengan wajah penuh kesedihan, saya pun difoto. Mereka bilang, seminggu lagi KTP-nya jadi. Sembari meninggalkan kantor kecamatan, dalam hati dan sejujurnya saya ingin teriakan “JIHAD MELAWAN BIROKRAT KORUP!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!” Tapi takut juga kalau saya teriak-teriak deket puskesmas, bisa ditimpukin sandal. Dan akhirnya saya urungkan untuk teriak. Dengan uang sisa 5 ribu perak, saya langsung pergi ke warnet. Di sana saya berniat untuk melaporkan mereka ke KPK. Pas di depan komputer, tiba-tiba misi saya ngeblur. Notification Facebook menggoda saya, tak terasa saya ketawa-ketiwi sambil chat. Pas billing udah nunjukin angka 3 ribu, saya bak ditampar CPU. Saya harus kembali ke misi awal untuk melaporkan oknum tersebut. Saya langsung inget, saya buka aja website kota Tangerang. Kalo Anda orang Tangerang, pasti tahulah website www.kotatangerang.go.id . Di sana saya ngisi kolom pengaduan. Saya curhatin segala derita dan nestapa saya. Berharap yang baca akan ikut sedih dan nangis. Kalau bisa juga kasihan sama saya yang lagi bokek dan mau transfer uang. Tapi, gak mungkin juga kali. Setelah selesai di website kota Tangerang, saya ngga puas. Saya khawatir suara saya nggak dibaca. Jangan-jangan cuma jadi spam dan raib ngga pernah terbaca. Akhirnya saya googling dan nemuin website Ombudsman. Tahu Komisi Ombudsman? Saya terinspirasi untuk menghapal namanya karena iklannya juga sama kayak kejadian yang saya alami. Iklannya ngasih tahu, JIKA ANDA DIPERSULIT MEMBUAT KTP, LAPOR OMBUDSMAN. Nah, saya isi tuh form pengaduan OMBUDSMAN. Esok harinya, jam 4 sore, saya lagi ngepel di rumah. Pas sedang asyik bersenandung, tiba-tiba datang seseorang menanyakan rumah bapak saya. Betapa terkesimanya saya setelah tahu kalau saya yang dicari. Awalnya orang yang kurus dan sudah separuh baya. Tapi yang bikin saya ngeper pas orang kedua yang badannya gemuk dan salaman keras sambil ngomong, “Ini Zaeni?” Oh my God! Saya bakal digebukin sampai jadi cuanki nih. ”Zaeni yang laporan ke orang pemkot ya?” tanyanya lagi. Dengan wajah gugup, saya bilang, “Iya, pak.” Tak beberapa lama, orang ketiga dengan perawakan gemuk datang. Sama seperti orang yang kedua, ia menanyakan nama dan kebenaran laporan yang saya buat. Akhirnya, secara jujur saya ceritakan kenapa saya berbuat demikian. Lama kelamaan ternyata dia yang menunduk malu. Dengan hati yang mulai pede, saya ceramahin dia dengan lancar. “Pak, malu dong. Katanya Kota Tangerang berakhlakul karimah, masa birokratnya masih korup,” kata saya dengan bangga. Dia beralasan kalau uang itu digunakan para pegawai honorer. Dia juga minta, kalau ada permasalah yang terjadi di Kelurahan tidak perlu harus diceritakan pada atasan orang pemkot, laporkan saja sama dia. Akhirnya sebelum pergi, dia menanyakan apa yang saya mau untuk mengubah semua. Akhirnya, saya bilang. “Pak, Rasulullah melaknat bagi siapa pun yang memberi dan menerima suap. Kalau memang ada biaya yang harus dibayar, tulis secara jelas berapa yang harus dibayar dan berikan tanda bukti pembayaran. Kalau memang gratis, ya gratis.” Dia pun mengangguk. Sebelum pergi, dia menanyakan berapa uang yang telah terpakai untuk membuat KTP. Saya bilang aja, 25 ribu. Dia pun mengganti uang saya yang 25 ribu. Yeah, Alhamdulillah ya! Akhirnya saya yakin, jika kita selalu diam, bukan berarti kita tidak bersalah. Justru kita telah ikut menyuburkan praktek korupsi di negeri kita. Mungkin memang kita sanggup memberi uang rokok. Tapi, bagaimana kalau oknum itu meminta uang pada orang miskin? Dengan sedikit keberanian, kita bisa mengubah semuanya. Bukankah kita adalah umat terbaik yang menyuruh pada kebaikan dan mencegah kemungkaran? ZN Ciputat