Kamis, 29 Desember 2011

SAFAR KE TAHUN 2012

Tahun 2011 sebentar lagi berakhir, media ramai menyampaikan raport kehidupan tahun 2011 dengan beragam tafsir dan komentar. Sesungguhnya ini ritual akhir tahunan kaum jurnalis. Publik dijejali dengan hirukpikuk informasi yang bercampuraduk antara yang positif dan negatif. Tak ketinggalan informasi "abal-abal" dari paranormal jadi menu tambahan untuk santapan publik yang masih haus dengan mistisisme dan klenik. Bagi muslim yang cerdas, seyogyanya akhir tahun dan awal tahun menjadi fase evaluasi sekaligus aksi yang lebih baik dengan aneka ragam agenda kemaslahatan. awal 2012 yang bertepatan dengan bulan safar tahun 1432 Hijriah menjadi momentum untuk bergerak maju pada arah garis edar zaman sesuai tuntutan Alloh sebagai pencipta alam semesta, pengendali waktu dan pemelihara jagat raya. Safar bermakna berjalan atau perjalanan, demikianpun kita seyogyanya melanjutkan perjalanan pada tujuan yang lebih baik dan mulia.

Jalan Lurus dalam Dakwah

Dakwah dalam implentasinya, merupakan kerja dan karya besar manusia baik secara personal maupun kelompok yang dipersembahkan untuk Tuhan dan sesamanya adalah kerja sadar dalam rangka menegakkan keadilan, meningkatkan kesejahteraan, menyuburkan perasaan, dan secara teologis maupun sosiologis dakwah akan tetap ada selama umat manusia masih ada dan selama islam masih menjadi agama manusia. Secara teologis dakwah merupakan bagian dari tugas suci (ibadah) umat islam. Kemudian secara sosiologis, kegiatan dakwah apapun bentuk dan konteksnya akan dibutuhkan oleh umat manusia dalam rangka menumbuhkan dan mewujudkan kesalehan individual dan kesalehan social, yaitu pribadi yang memiliki kasih sayang terhadap sesamanya dan mewujudkan tatanan masyarakat marhamah yang dilandasi oleh kebenaran tauhid, persamaan derajat, semangat persaudaraan, kesadaran akan arti penting kesejahteraan bersama dan menegakkan keadilan ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Berdasarkan pandangan mubalighah Shilah Suci Anugerah dalam mendefinisikan dakwah yaitu dapat dipahamami bahwa dakwah adalah proses islamisasi, yaitu proses mempertahankan keislaman setiap manusia yang sudah berislam jauh sebelum lahir ke alam dunia ini, dan mengupayakan orang yang ingkar terhadap islam agar kembali meyakini dan mengamalkan ajaran islam. Berdasarkan asumsi diatas dipandang perlu adanya kajian dakwah secara filosofis, untuk menemukan esensi dan substansi dakwah islamiyah, agar tidak terjadi kesalahfahaman dan kesalahmaknaan mengenai dakwah, atau paling tidak sebagai upaya meminimalisasi kesalahfahaman dan kesalahmaknaan mengenai dakwah islamiyah sehingga dapat mendekati makna yang sesungguhnya (hakikat) sebagaimana yang diwahyukan. Selain itu juga untuk mengurangi anggapan bahwa hasil kerja pemikiran atau penafsiran terhadap Al-Quran sebagai kitab dakwah yang selama ini berkembang ditengah-tengah masyarakat, tidak dianggap sebagai suatu bentuk pemikiran tunggal dan eksklusif, dan menolak tampilnya pemikiran-pemikiran baru mengenai dakwah. Dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam tata pergaulan umat islam, kata dakwah tentunya bukanlah barang baru sebab dakwah merupakan salah satu diantara kata yang begitu familiar ditelinga mereka. Untuk memahami dakwah lebih komprehensif tentunya diperlukan kajian yang lebih mendalam. Untuk memahami makna dakwah, kita dapat menempuhnya melalui beberapa pendekatan diantaranya: pendekatan bahasa (etimologi) dan istilah (terminologi) serta kajian filosofis. Dakwah secara bahasa (etimologi) merupakan sebuah kata dari bahasa Arab dalam bentuk masdar. Kata dakwah berasal dari kata (da’a yad’u da’watan) yang berarti seruan, panggilan, undangan atau do’a. Menurut Abdul Aziz secara etimologis kata dakwah berarti: Memanggil, Menyeru, Menegaskan atau membela sesuatu, Perbuatann atau perkataan untuk menarik manusia kepada sesuatu, Memohon dan meminta atau do’a. Artinya, proses penyampaian pesan-pesan tertentu berupa ajakan, seruan, undangan, untuk mengikuti pesan tersebut atau menyeru dengan tujuan untuk mendorong sesorang supaya melakukan cita-cita tertentu. Terdapat beberapa ayat Al-Qur’an mengenai dakwah sebagai do’a yaitu diantaranya : Q.S Yunus 25 Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang Lurus (Islam) Q.S Al-baqarah 221 Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. Sedangkan pengertian dakwah menurut istilah (treminologi) diantaranya dapat mengambil isyarat dari surat An-Nahl ayat 125 yaitu: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Berdasarkan ayat-ayat diatas, dipahami bahwa dakwah adalah mengajak manusia kepada jalan Allah secara menyeluruh baik dengan lisan, tulisan, maupun dengan perbuatan sebagai ikhtiar (upaya) muslim mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam dalam realitas kehidupan pribadi (syahsiyah), keluarga (usrah), dan masyarakat (jama’ah) dalam semua segi kehidupan secara menyeluruh sehingga terwujud khairul ummah (masyarkat madani). 2. Unsur-Unsur Dakwah Dari beberapa definisi dakwah diatas, tampaknya didapati bebrapa unsur dalam berdakwah. Unsur-Unsur Dakwah Dalam Proses Dakwah Dari gambar diatas dapat dilihat paling tidak terdapat enam unsure utama(pokok) dalam proses dakwah yaitu: da’i, maudu (materi dakwah), uslub (metode dakwah), wasilah (media dakwah), mad’u (objek dakwah), dan tujuan dakwah. Sedangkan konsep dakwah dan respon balik (feed back) merupakan situasi dan implikasi yang tak terpisahkan ketika terjadi proses dakwah, dalam arti unsure yang melekat. Proses dan Unsur Dakwah Menurut Shilah Suci Anugerah A. Da’i (Subjek Dakwah) Menurut pandangan masyarakat di kelurahan Cipadung da’i itu lebih dikenal dengan sebutan mubaligh atau mubalighah yaitu seseorang atau kelompok yang menyampaikan pesan-pesan islam dalam ruang dan waktu tertentu dengan mengandalkan media lisan, tulisan serta audio-visual. Sedangkan kata da’I itu sendiri berasal dari bahasa Arab bentuk mudzakar (laki-laki) yang berarti orang yang mengajak, sedangkan muanas (perempuan) disebut da’iyah. Da’i dapat diartikan orang yang mengajak kepada orang lain baik secara langsung atau tidak langsung, melalui lisan, tulisan atau perbuatan untuk mengamalkan ajaran-ajaran islam atau menyebarluaskan ajaran islam, melakukan perbuatan kearah kondisi ke arah yang lebih baik menurut ajaran islam. Fungsi seorang da’i yaitu diantaranya : Meluruskan akidah Memotivasi umat untuk beribadah dengan baik dan benar Amar ma’ruf nahi munkar Menolak kebudayaan yang merusak B. Maudu’ (Pesan Dakwah) Maudu atau pesan dakwah adalah pesan-pesan, atau materi segala sesuatu yang harus disampaikan oleh da’i kepda mad’u meneganai keseluruhan ajaran isla, yang ada didalam kitabullah maupun sunah Rasul-nya. atau disebut juga kebenaran (al-haq) yaitu al-islam yang bersumber dari al-Qur’an. seperti yang tertera dalam al-Qur’an Surat al-Isra :105 Dan kami turunkan (al quran) itu dengan sebenar-benarnya dan al quran itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Muhaemin menjelaskan secara umum pokok isi al-Qur’an meliputi : Akidah : aspek ajaran islam yang berhubungan dengan keyakinan Ibadah : aspek ajaran islam yang berhubungan dengan ritual dalam rangka pengabdian kepada allah swt. Muamalah : aspek ajaran islam yang mengajarkan berbagai aturan dalam tata kehidupan bersosial. Akhlak : aspek ajaran islam yang berhubungan dengan tata prilaku manusia sebagai hamba allah. Sejarah : peristiwa-peristiwa perjalanan hidup yang sudah dialami umat manusia yang diterangkan al-qur’an untuk senantiasa diambil hikmah dan pelajarannya. Islam sebagai pesan dakwah dijelaskan dalam al-Qur’an memilki beberapa karakteristik, yaitu: 1. Islam sebagai agama fitrah (QS. Al-Rum : 30) 2. Islam sebagai agama rasional dan pemikir (QS. Al-Baqarah: 164, Ali Imran : 191, dan Al-Rum : 30) 3. Islam sebagai agama ilmiah, hikmah, dan fiqiyah (QS. Al-Baqarah 226, Al-An’am: 25,35,98, al-a’raf: 178) 4. Islam sebagai agama argumentatif (hujjah), dan demonstratif (burhan). (QS. An-Nisa :30 dan al Al-An’am : 83) 5. Islam sebagai agama hati (al-qalb), kesadaran (wijan), dan nurani (dhamir).(QS.Qaff:37,as-Syura:88-89 & Ar-Ra’du :70) 6. Islam sebagai agama kebebasan (huriyah), dan kemerdekaan (istiqlal) (QS. Al-Baqarah 170. Dan al-Maidah 107) 7. Islam sebagai agama yang lurus (QS. Al-Rum 30) 8. Islam sebagai agama kedamaian dan kasih sayang bagi seluruh alam (rahnatan al-alamin). Pesan yang disampaikan oleh mubalighah Shilah dalam dakwahnya yaitu: al-khair (kebaikan) : memberikan uswah yang baik kepada mad’u, baik dalam bersikap, berbicara, maupun berprilaku. al-huda (petunjuk) : memberikan petunjuk kepada mad’u untuk senantiasa berepegang teguh kepada ajaran islam. al-ma’ruf (perbuatan baik) : mengingatkan mad’u untuk senantiasa berbuat baik, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan adapun pesan moral yang disampaikan dalam dakwahnya berupa ajakan kepada mad’u khususnya generasi muda untuk mengupayakan perbaikan atas kualitas diri serta potensi yang dimiliki setiap individu. Pesan yang dikemas sedemikian rupa dengan berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah senantiasa mengantarkan ia kepada pencitraan diri seorang mubalighah yang pantas menjadi uswah bagi generasi muda khususnya. C. Uslub (Metode Dakwah) Dalam bahasa Arab metode disebut thariq atau thariqah yang berarti jalan atau cara. Uslub secara bahasa berarti jalan atau seni. Dengan demikian dapat dipahami bahwa metode dakwah (uslub dakwah) suatu cara dalam melaksanakan dakwah, menghilangkan rintangan atau kendala-kendala dakwah, agar mencapai tujuan dakwah secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, segala cara dalam menegakkan syari’at islam untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan, yaitu terciptanya kondisi kehidupan mad’u yang selamat dan sejahtera baik di dunia maupun diakhirat kelak. Oleh karena itu pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented, menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia. Menurut Nasaruddin Razak proses penegakkan syariat itu tidak mungkin berjalandengan efektif dan efisien tanpa metode. Secara teoritis al-Qur’an menawarkan metode yang tepat guna dalam menegakkan dakwah yang tertera dalam QS.An-Nahl ayat 125. Dari ayat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa metode dakwah itu dilakukan dengan cara bijaksana (hikmah), naehat yang baik (al-mauidzah hasanah), dan berdiskusi yang baik (al-mujadalah). Menurut Quraish Shihab dalam menyajikan materi dakwah terlebih dahulu meletakkan satu prinsip bahwa manusia yang dihadapinya adalah makhluk yang terdiri dari unsure jasmani, akal dan jiwa. Untuk menunjang tercapainya target yang diinginkan dalam penyajian materi-materi dakwah, al-Qur’an menempuh beberapa metode, yaitu mengemukakan kisah-kisah yang bertalian dengan salah satu tujuan materi, nasihat dan panutan serta pembiasaan. Sedangkan menurut Jamaluddin Kafie metode klasik yang masih tetap up to date adalah : Metode sembunyi-sembunyi, pendekatan kepada sanak keluarga terdekat. Metode bil-lisan, bil-qalam (tulisan), dan bil-hal (perbuatan atau aksi nyata) Metode bil-hikmah, mauidzah hasanah, mujadalah bil-lati hiya ahsan. Metode tabsyir wa al-tandzir, amar ma’ruf nahi munkar, ta’awun al-biri wa al-taqwa, wala ta’awanu ala al-ismi wa al-udwan, dalla ala al-khair, tawashau bi al-haq wa al-sabr, tadzkirah. Sedangkan metode dakwah yang mubalighah Shilah gunakan yaitu dengan mengkolaborasikan antara dakwah dan nada (seni musik). Dimana dalam pelaksanaanya mampu menarik mad’u khususnya generasi muda untuk tergerak hatinya dalam mencari ilmu agama. Setiap manusia itu sudah dibekali dengan potensi masing-masing, tinggal bagaimana kita mengembangkan serta mengaflikasikannya. Seorang gadis beliapun mampu menyihir para mad’u yang notabene remaja untuk memotivasi mereka dalam hal kebaikan dan menjadi seorang yang mempunyai potensi berkualitas. Dengan kefasihan serta ketegasan dalam berdakwah tidak mengalahkan para da’i/da’iyah yang sudah lebih dulu bergelut dalam bidang dakwah, Shilah mampu menyampaikan pesan dakwahnya dengan penjiwaan yang telah dibekali sejak dini. Pencitraan diri yang menjadi pondasi awal bagaimana seorang da’i mampu mempengaruhi mad’u sehingga mendapat respon positif dari mad’u berupa tindakan yang baik. D. Washilah (Media Dakwah) Media dakwah adalah objektif yang menjadi saluran yang dapat menghubungkan ide dengan umat, suatu elemen yang vital dan merupakan urat nadi dalam totalitas dakwah yang keberadannya sangat urgent dalam menentukan perjalanan dakwah. Menurut muhammad abdul fatah al-bayanuni secara praktis wasilah dakwah terbagi menjadi dua yaitu : 1. washilah maknawiyah : media yang bersifat immaterial, sperti rasa cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dan mempertebal ikhlas dalam beramal. 2. washilah madiyah : media yang bersifat material yaitu segala bentuk alat yang bisa diindera dan dapat membantu para da’I dalam menyampaikan dakwah kepada mad’u-nya Adapun media yang bersifat ilmiyah seperti washilah yadawiyah (karya tulis), washilah bashariah (karya lukis), washilah sam’iyah (kreasi suara), sam’iyah-bashariah (audio-visual) dan washilah al-mutanawiyah (pentas seni). Media yang besifat praktis seperti memakmurkan mesjid, mendirikan organisasi, mendirikan sekolah menyelenggarakan seminar dan mendirikan system pemerintahan islam. Media dakwah yang diterapkan pada pelaksanaan dakwah mubalighah Shilah yaitu melalui media mimbar, ceramah dari panggung ke panggung, serta majlis ta’lim yang menerapkan konsep seni dan dakwah. Dengan mempunyai tujuan selain menyampaikan pesan-pesan dakwah juga untuk menghibur para mad’u. Terkadang dalam proses pencarian ilmu khususnya ilmu agama tak jarang terbesit rasa jenuh namun dengan diterapkan metode kolaborasi antara dakwah dan seni pada media mimbar diharapkan mampu menggugah respon mad’u terhadap pelaksaan dakwah, dan akan mempermudah dalam penyampaian pesan dakwahnya. E. Mad’u (Objek Dakwah) Mad’u atau sasaran dakwah adalah seluruh manusia sebagai yang dibebani menjalankan agama islam dan diberi kebebasan untuk berikhtiar, berkehendak dan bertanggungjawab atas perbuatan yang sesuai dengan pilihannya, mulai dari individu, keluarga, kelompok, golongan, kaum, massa, dan umat manusia seluruhnya. Menurut Dr. Acep Aripudin dalam bukunya menerangkan bahwa sasaran dakwah adalah seluruh umat manusia bahkan bangsa jin dimasukkan sebagai sasaran dakwah. Mad’u yang dihadapi oleh mubalighah Shilah mulai dari anak-anak, remaja hingga orang tua. menurutnya sebelum kita melakukan dakwah terhadap mad’u, tentunya kita harus mengetahui karakter dari mad’u terlebih dahulu. etika dalam berdakwah penting diterapkan dalam hal ini, sebab etika dakwah perbuatan yang nampak mesti memiliki relevansi dengan perbuatan yang tidak Nampak atau yang disebut perbuatan hati. maksudnya antara kehendak dengan aksi harus sesuai dan antara motivasi dengan perbuatan juga harus sesuai. F. Tujuan Dakwah Tujuan ini dimaksudkan sebagai pemberi arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan dakwah. Menurut qs. Yusuf ayat 108: Katakanlah: "inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada allah dengan hujjah yang nyata, maha suci allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". Ayat diatas menerangkan salah satu tujuan dakwah adalah membentangkan jalan allah agar dilalui manusia. Tujuan utama dakwah adalah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridhai allah swt. 3. Bentuk-Bentuk Metode Dakwah Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i kepada mad’u untuk mencapai suatui tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS. An-Nahl:125) Dari ayat tersebut dapat diambil pemahaman bahwa metode dakwah itu meliputi tiga cakupan yaitu : a) Al-hikmah Prof. Dr. Toha Yahya Umar. M.a., menyatakan bahwa hikmah berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan berfikir, berusaha menyusun dan mengatur dengan cara yang sesuai keadaan zaman dengan tidak bertentangan dengan larangan tuhan. Ibnu Qoyim berpendapat bahwa hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran dan pengamalannya, ketetapan dalam perkataan dan pengamlannya. Hal ini tidak bisa dcapai kecuali dengan memahami al-qur’an, dan mendalami syariat-syariat islam serta hakikat iman. Dari beberapa definisi diatas, dapat dipahami bahwa al-hikmah merupakan kemampuan dan ketetapan da’i dalam memilih dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u. Al-hikmah merupakan kemampuan dai dalam menjelaskan dokrin-dokrin islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Bahasa dakwah yang diperintahkan al-Qur’an sunyi dari kekasaran, lembut, indah, santun, juga membekas pada jiwa, member penghargaan hingga mad’u dapat dikendalikkan dan digerakan perilakunya oleh da’i. Term Qaulan Sadida merupakan persyaratan umum suatu pesan dakwah agar dakwah persuasif memilih kata yang tepat mengenai sasaran sesuai dengan field of exsperienc dan frame of reference komunikasi telah dilansir dalam beberapa bentuk oleh al-Qur’an diantaranya: Qaulan Baligha (Perkataan Yang Membekas Pada Jiwa) Qaulan Layyina (Perkataan Yang Lembut) Qaulan Ma’rufan (Perkataan Yang Baik) Qaulan Maisura (Perkataan Yang Ringan) Qaulan Karima (Perkataan Yang Mulia) b) Al-Mauidza Al-Hasanah Secara bahasa, mau’idza hasanah terdiri dari dua kata, yaitu mau’idza dan hasanah. Mau’idza berarti nasihat, bimbingan, peringatan dan pendidikan, sedangkan hasanah mempunyai arti kebaikan. Mau’idzah hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsure bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positifyang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Tekanan dakwah bil-mau’idzah tertuju kepada peringatan yang baik dan dapat menyentuh hati sanubari seseorang, sehingga mad’u terdorong untuk berbuat baik. c) Al-Mujadalah Bi-Al-Lati Hiya Ahsan Kata jadala dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Dari segi istilah (terminologi) terdapat beberapa pengertian al-mujadalah (al-hiwar). Al-mujadalah (al-hiwar) berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan diantara keduanya. Sedangkan menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi ialah suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa al-mujadalah merupakan tukar menukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang pada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlaa menerima hukuman kebenaran tersebut. Fitri Afriliantini: BPI/UIN SGD Bandung 2011

Selasa, 20 Desember 2011

CHARACTER BUILDING TRAINING

Perlahan saya baru sadar bahwa saya mulai suka memotivasi diri sendiri yang kemudian direspon oleh beberapa orang-orang hebat disekitar saya untuk turut memotivasi para mahasiswa, pelajar, pemuda, bapak-bapak, ibu-ibu bahkan anak-anak dalam perjuangan mereka membentuk karakter yang baik. Kepedulian pada pembangunan dan pendidikan karakter seyogyanya menjadi naluri setiap umat Nabi Muhammad Saw. Training motivasi hanya bagian kecil dari proses pendidikan karakter namun dapat menjadi titik tolak upaya perubahan karakter ke arah yang lebih baik. Sekian banyak lembaga pelatihan motivasi dengan berbagai ragam bentuk dan konsep yang ditawarkan akhirnya berujung pada proses tranformasi nilai-nilai universal. Pada titik ini saya berakhir pada kesimpulan bahwa pelatihan membangun karakter harus mensinergikan antara konsepsi dimensi duniawi, ukhrowi dan al-Quran.

Minggu, 18 Desember 2011

SERTIFIKASI DOSEN

Dosen dinyatakan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (UU 14/2005 Pasal 1 butir 2.). Ini tantangan bagi dosen dalam upaya turut mencerdaskan bangsa. Bentuk operasionalisasinya dengan menyuburkan kreatifitas dalam mendidik, meneliti dan mengabdi dengan beragam bentuk pemb erdayaan masyarakat. Terima kasih yaa Alloh, alhamdulillah